Merdeka.com - YO (16), pelajar di Kabupaten Waykanan, Lampung, yang menjadi korban pemerkosaan oleh empat pria, bertekad untuk kembali bersekolah lagi. Namun, dia mengaku masih diliputi trauma dan ketakutan.
"Saya ingin sekolah lagi, tapi saya trauma, takut keluar, tidak berani juga masuk kelas," ujar YO, di Blambangan Umpu, Waykanan, Lampung, Kamis (2/5).
Raut wajah siswa kelas X itu tampak tegang dan ketakutan saat sejumlah wartawan mewawancarainya mengenai peristiwa kelam yang telah dialaminya itu.
"Kalau malam hari akan ke belakang, saya juga minta diantar, saya takut terjadi sesuatu hal tidak diinginkan," ujar YO, seperti dilansir Antara.
Dia mengaku mengenal salah seorang pelaku H yang mengaku bernama Ari melalui media sosialFacebook. Hingga kini pelaku tersebut masih menjadi buron polisi.
Namun, dia tidak mengenal pelaku lainnya yakni Bendara Rutin Pemkab Waykanan berinisial Al, Ad, dan An.
"Mereka sepertinya sudah merencanakan sesuatu pada malam itu," ujar YO.
Saat kejadian, dia mengaku dipaksa oleh para pelaku untuk menggunakan narkoba jenis sabu. Sementara, mengenai uang Rp 1,5 juta yang ditemukan polisi di lokasi kejadian, menurutnya uang itu milik para pelaku.
"Mereka memberi uang, saya lempar, saya tendang, saya tidak menerima, tapi uang berhamburan itu seingat saya dikumpulkan mereka lagi terus dimasukkan ke dalam saku pakaian saya," katanya.
SJ, kakak YO, mengatakan adiknya masih tertekan sehingga jika malam hari harus ada yang menemani.
"Batinnya masih tertekan hebat, sering ketakutan. Kemarin waktu kita ajak ke makam ibu, dia juga menjerit ketakutan," kata SJ lagi.
Dari kasus ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa korban mengalami trauma yang cukup berat. Trauma yang dialaminya menyebabkan ia tidak berani keluar rumah bahkan untuk pergi ke belakang ia minta diantar. Trauma ini dapat diatasi menggunakan terapi psikoanalisis menggunakan teknik asosiasi bebas. Dimana klien disuruh untuk duduk santai atau tidur lalu menceritakan semua pengalaman yang terlintas dalam benaknya baik yang teratur maupun yang tidak, sepele atau penting, logis atau tidak logis, relevan atau tidak, semuanya harus diungkapkan. Asosiasi – asosiasi yang diucapkan itu kemudian ditafsirkan sebagai pengungkapan tersamar pengalaman – pengalaman yang di repress. Terapi ini dapat membantu korban dalam mengekspresikan kesedihan dan melepaskan emosi lainnya akibat trauma yang dialami.
Sumber:
http://www.merdeka.com/peristiwa/trauma-korban-perkosaan-pns-di-lampung-takut-keluar-rumah.html diakses pada tanggal 15 Maret 2016 11:36
http://www.merdeka.com/peristiwa/trauma-korban-perkosaan-pns-di-lampung-takut-keluar-rumah.html diakses pada tanggal 15 Maret 2016 11:36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar